Wednesday, April 8, 2015

Apa Sih Bonus Demografi Itu?


 Apa sih Bonus Demokrasi itu?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

           Bonus adalah keuntungan atau gratifikasi yang biasanya bersifat menggembirakan bagi siapapun yang menerimanya. Banyak orang berharap bisa menerima bonus. Misalnya, bonus (pembayaran tambahan di luar gaji) dari kantor, bonus saat berbelanja, bonus penggunaan sarana/prasarana, dan sebagainya. Tahukah Anda, ada juga bonus yang diharapkan oleh suatu negara? Bonus itu berasal dari aspek kependudukan yang disebut ‘bonus demografi’. Bonus macam apa itu?
Bonus demografi (demografic dividend) merupakan keuntungan/peluang yang akan didapat oleh suatu negara jika mencapai kondisi rasio ketergantungan rendah karena jumlah penduduk usia produktif (15−64 tahun) lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk usia nonproduktif (anak-anak dan lansia). Kondisi itu dapat terbaca dari perubahan komposisi penduduk menurut umur. Rendahnya rasio ketergantungan (dependency ratio) menguntungkan secara ekonomis karena berpotensi mendukung peningkatan kesejahteraan penduduk. Besarnya proporsi penduduk usia produktif juga berguna bagi kelangsungan pembangunan.
          Data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (2010) menunjukkan bahwa komposisi penduduk Indonesia didominasi oleh penduduk usia muda, jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa. Sehingga dari sini dapat diproyeksikan pada rentang tahun 2020-2030 Indonesia akan dipenuhi dengan usia produktif, inilah  yang disebut bonus demografi. Berbagai spekulasi pun muncul dari para ahli kependudukan dan ekonom terkait masa depan Indonesia saat mengalami bonus demografi kelak.Pertanyaannya, Apakah Indonesia mampu mengambil keuntungan dari bonus demografi ini?
Menurut Endang Srihadi, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, untuk meraih keuntungan bonus demografi, ada empat prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, penduduk usia muda yang meledak jumlahnya itu harus mempunyai pekerjaan produktif dan bisa menabung. Kedua, tabungan rumah tangga dapat diinvestasikan untuk menciptakan lapangan kerja produktif. Ketiga, ada investasi untuk meningkatkan modal manusia agar dapat memanfaatkan momentum jendela peluang yang akan datang. Keempat, menciptakan lingkungan yang memungkinkan perempuan masuk pasar kerja.
           Para ahli menyebut, tahapan bonus demografi Indonesia sudah dimulai sekitar tahun 1990-an. Sebagaimana umumnya bonus, bonus demografi tidak datang seketika namun merupakan dampak dari upaya yang telah dilakukan dalam jangka panjang. Menurut mereka, tahapan bonus demografi Indonesia merupakan dampak keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, keberhasilan Program KB nasional menurunkan tingkat fertilitas dapat dirasakan pada era 80-an. Pada era itu jumlah penduduk usia <15 tahun mulai menurun, dan sebagai kelanjutannya terjadilah peningkatan jumlah penduduk usia produktif serta penurunan jumlah penduduk usia nonproduktif. Dengan kata lain keberhasilan Program KB berdampak pada menurunnya rasio ketergantungan yang menjadi pintu masuk perolehan bonus demografi.

            Para ilmuwan memprediksikan bahwa jika rasio ketergantungan terus menurun maka Indonesia berpotensi mengalami fase puncak bonus demografi mulai tahun 2020 hingga sekitar tahun 2025−2030 (dan selanjutnya akan terus menurun/menghilang). Bahkan mereka memperkirakan pada pertengahan periode 2020−2030 terjadi suatu peluang yang disebut ‘window of opportunity’, di mana saat itu rasio ketergantungan akan berada pada titik terendah, yaitu sekitar 44−46%

            Berbagai strategi telah ditetapkan Pemerintah untuk memanfaatkan peluang bonus demografi ini. Pemerintah telah menetapkan konsep ‘cantik’ yang akan mengintegrasikan 3 elemen utama, yaitu (1) mengembangkan potensi ekonomi; (2) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara local dan terhubung secara global; (3) memperkuat kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan IPTEK nasional untuk mendukung pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi. Selain itu Pemerintah juga telah menetapkan strategi “Full Participation” dalam rangka meningkatkan produktivitas penduduk usia produktif. Tentu saja harapan besar bagi kemajuan bangsa ini terletak pada ‘punggung’ kaum muda usia produktif.
Kaum muda dengan sejuta potensinya akan mampu membawa perubahan bagi bangsa. Tengoklah kondisi negeri ini, di tengah arus globalisasi, Indonesia masih belum mampu bersaing dengan negara maju. Bagaimana bisa, jika kedaulatan negeri ini masih tetap ‘digadaikan’ demi kepentingan asing. Dengan ringan tangan Pemerintah memberikan pengelolaan tambang, Freeport misalnya, yang telah menandatangani kontrak karya baru dengan masa berlaku 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun pada 1991 dan akan berakhir 2041 nanti. Royalti yang diberi Freeport kepada pemerintah hanya satu persen untuk emas, sedangkan royalti tembaga 1,5 hingga 3,5 persen (Republika, 29/06/2012). Tak ketinggalan pula kasus korupsi, kemiskinan, saparatisme, dan rentetan masalah lainnya yang sedang melanda Indonesia. Akankah kaum muda Indonesia mampu membawa perubahan bagi negeri ini?
            Sementara itu, kondisi pemuda Indonesia saat ini begitu memprihatinkan. Laporan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Bahkan pada tahun 2010 usia sekolah yakni 7-15 tahun yang terancam putus sekolah sebanyak 1,3 juta. Seiring dengan penerapan sistem saat ini (baca: Kapitalisme) yang mengagungkan ide kebebasan, ide kebebasan perilaku pun telah merasuki pemikiran para pemuda. Gaya ‘membebek’ mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari demi sebuah predikat ‘anak gaul’. Bahkan saat ini semakin tampak perilaku seksual remaja yang kebablasan. Hasil survei terakhir oleh Komisi Perlindungan Anak (KPA) terungkap bahwa 97% remaja pernah menonton atau  mengakses pornografi, dan 93% pernah berciuman, sedangkan 62,7% pernah berhubungan badan serta 21% remaja telah melakukan aborsi. Sistem Kapitalisme ini seolah makin menjerat para pemuda agar terjebak dalam arus liberalisasi seks. Apakah negeri ini masih bisa berharap pada para pemuda?
Bonus demografi merupakan peluang besar bagi sebuah negara. Masa ini juga pernah dialami oleh negara Jepang hingga akhirnya mampu menjadikan negeri ini sebagai salah satu negara maju yang patut diperhitungkan. Tidak heran jika peluang ini sangat diidam-idamkan oleh setiap negara. Jika peluang bonus demografi ini tetap dimanfaatkan dalam sistem Kapitalisme tentu akan sangat sulit untuk bisa mewujudkan Indonesia sebagai negara yang bangkit. Pasalnya, sistem ini hanya mampu mewujudkan kebangkitan ‘semu’. Lihat saja sebagaimana yang telah terjadi di negara Amerika dan Eropa. Meski masih terlihat sebagai negara maju, negara-negara tersebut telah sering kali mengalami kegagalan ekonomi, sebagaimana terjadinya krisis global tahun 2008 lalu yang masih berdampak hingga kini.

Apa Persiapan Kita untuk Memetik Bonus Maksimal?

               Pada satu sisi fase bonus demografi memang menguntungkan. Rasio ketergantungan yang rendah sangat menguntungkan karena anggaran negara yang semestinya diperuntukkan bagi usia nonproduktif bisa dialihkan untuk pembangunan sektor-sektor lain secara lebih merata. Keuntungan juga diperoleh dari melimpahnya penduduk usia produktif karena berpotensi memicu pertumbuhan ekonomi, yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Namun sebaliknya, fase bonus demografi akan berpotensi menjadi bumerang yang membawa bencana. Hal itu akan terjadi jika ledakan jumlah penduduk usia produktif tidak seluruhnya terserap dalam pasar kerja. Tanpa lapangan kerja, melimpahnya usia produktif identik dengan ledakan pengangguran. Meningkatnya pengangguran tentu akan berdampak buruk bagi stabilitas ekonomi maupun sosial.

               Jadi, apakah fase bonus demografi—terutama window of opportunity—akan menguntungkan ataukah membawa bencana, semuanya tergantung pada persiapan yang dilakukan. Kepala BKKBN—dalam sambutan pada acara Pembukaan Seminar Internasional Mengoptimalkan Manfaat Bonus Demografi untuk Kemajuan Bangsa dan Kesejahteraan Penduduk (Jakarta, 22 Agustus 2013)—menyebutkan empat syarat yang harus menjadi perhatian pemerintah agar fase window of opportunity menjadi sumber daya pembangunan. Keempat syarat itu adalah: 1) penduduk harus berkualitas; 2) penduduk usia produktif harus terserap dalam pasar kerja; 3) meningkatnya tabungan di tingkat rumah tangga; 4) meningkatnya jumlah perempuan yang masuk pasar kerja.

               Di antara prasyarat tersebut, masalah paling krusial yang terlihat jelas dan harus diwaspadai oleh pemerintah adalah urgensi ketersediaan lapangan kerja bagi usia produktif yang akan melimpah. Selain penyediaan lapangan kerja, hal penting yang perlu dipersiapkan adalah lahirnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas—berpendidikan cukup, sehat jasmani dan rohani, kreatif serta memiliki daya saing. Usia produktif yang tidak berkualitas cenderung hanya akan menjadi beban negara.

               Oleh karena itu, agar kelak lonjakan penduduk usia produktif tidak menjadi ancaman, pemerintah perlu melakukan berbagai bentuk persiapan secara fisik maupun nonfisik—termasuk yang berhubungan erat dengan kebijakan dan regulasi. Berikut di antaranya:
* Mengupayakan peningkatan ketersediaan lapangan kerja dan juga standar upah minimal.
* Memaksimalkan anggaran pendidikan dan mengalokasikannya secara tepat terlebih untuk memeratakan sarana-prasarana untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun.
* Terus berupaya menekan angka putus sekolah sekaligus meningkatkan jenjang pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk usia sekolah.
* Meningkatkan pusat-pusat pendidikan bersifat vokasional (semacam sekolah kejuruan) yang mengedepankan penguasaan keterampilan dari peserta didiknya (seperti bahasa, komunikasi, teknologi informasi, dsb.).
* Mengupayakan peningkatan kompetensi profesional penduduk usia produktif (keahlian dan keterampilan) agar mampu bersaing dalam pasar bebas—terutama menyongsong era pasar bebas ASEAN 2015 (Masyarakat Ekonomi Asean/Asean Economic Community). Misalnya dengan memaksimalkan peran Balai Latihan Kerja Indonesia (BLKI) hingga ke tingkat kecamatan/kelurahan. 
* Menciptakan iklim/peluang kewirausahaan serta mendorong tumbuh-kembang industri kreatif dan industri rumah tangga, termasuk bagi para ibu rumah tangga. Seperti halnya tenaga kerja, perlu diupayakan agar produk lokal berterima dan mampu bersaing di pasar bebas.
* Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan memaksimalkan anggaran negara untuk peningkatan dan pemerataan sarana-prasarana kesehatan.
* Mengupayakan lahirnya kebijakan-kebijakan yang populis serta berpihak pada realisasi atas berbagai gerakan/upaya yang telah disebutkan di atas (meliputi bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, pemberdayaan perempuan, dsb.).

Berbagai upaya potensial dan sudah berdampak nyata yang mungkin selama ini telah dilakukan oleh pemerintah perlu terus ditingkatkan. Pada pokoknya pemerintah diharapkan terus-menerus mengupayakan perbaikan strategi dan pemerataan di seluruh wilayah Indonesia.

Adakah Peran Masyarakat Dibutuhkan?

              Pemerintah bertanggung jawab atas keberhasilan bangsa ini memetik keuntungan secara optimal dari fase bonus demografi terlebih pada ‘window of opportunity’. Hal itu sudah pasti! Sebagai penanggung jawab utama, pemerintah bertugas mempersiapkan segala sarana-prasarana dan juga kebijakan terkait. Namun perlu kita sadari bahwa sebanyak apapun upaya pemerintah, tidak satu pun akan berhasil tanpa peran serta masyarakat.

              Pemerintah tidak dapat bergerak sendiri! Kita—seluruh elemen masyarakat—harus berperan sebagai penopang/pendukung demi terealisasinya segala program persiapan yang diupayakan pemerintah. Lewat cara apa masyarakat bisa berperan? Masyarakat bisa mendukung—secara pribadi maupun kelompok—di antaranya lewat beberapa cara berikut!

* Merealisasikan kesadaran akan arti penting pendidikan, baik formal maupun nonformal. Keluarga dan masyarakat bertanggung jawab mengupayakan pendidikan bagi anak usia sekolah; membekali anak dengan berbagai keterampilan (bahasa, komunikasi, teknologi informasi, dll.); dan sebagainya.
* Turut mengupayakan lahirnya generasi muda berkualitas—sehat jasmani rohani, kreatif, dan berdaya saing. Setiap keluarga harus berupaya menjaga asupan gizi, menjaga ketekunan dalam kehidupan religius, dan menumbuhkan kreativitas bagi anak-anaknya.
* Mengupayakan peningkatan ekonomi keluarga melalui pengembangan usaha berbasis rumah tangga (wirausaha). Misalnya, membuat usaha kuliner, jahit-menjahit, dll.
* Menumbuhkan mental wirausaha di kalangan generasi muda. Dengan demikian pada usia produktif mereka tak hanya bergantung pada keberadaan lapangan kerja, sebaliknya berupaya menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

              Berbagai cara di atas hanyalah sebagian contoh sederhana. Kita masih bisa memikirkan dan mengupayakan cara-cara lain yang mungkin lebih inovatif. Pada prinsipnya masyarakat pun perlu berperan aktif untuk merealisasikan raihan bonus demografi.

               Akhirnya kita tau bahwa tentulah seluruh elemen bangsa menaruh harapan besar agar fase bonus demografi terutama pada puncaknya ‘window of opportunity’ menjadi peluang emas bagi kemajuan dan peningkatan kesejahteraan bangsa Indonesia. Harapan yang dilengkapi dengan persiapan matang menjadi satu-satunya pilihan. Sebab, ketidaksiapan kita untuk menerima bonus demografi itu justru akan membawa bangsa Indonesia ke dalam jurang bencana.


 



3 comments: