Tuesday, August 4, 2015

Creepy Pasta : NikuShiba

NikoShiba

Source: MandokuSa

Aku adalah seseorang yang bekerja sebagai Analis makanan, aku sudah datang ke banyak tempat di negara-negara yang terkenal dengan sajian kulinernya.
Biasanya, aku datang berkunjung ke Negara tertentu setelah mendapat rekomendasi dari seseorang. Suatu, hari. Saat aku berada di Eropa, ada seseorang yang merekomendasikan sebuah tempat yang harus aku kunjungi. Dia menjelaskan tempat ini sangat jarang terekspose, karena sajian kulinernya yang sudah sangat-sangat terkenal, namun hanya orang-orang tertentu yang bisa mencicipinya.
Mendengar itu, aku menjadi sangat tertarik untuk mengunjunginya.
Pria itu menjelaskan kepadaku. “Pergilah ke Negara Jepang, dan singgahlah di Parawisata menuju Gunung Fuji, turunlah ketika kau sudah sampai di pemberhentian tepat di jalanan sebelum keluar dari area Hutan lindung, kau akan menemukan sebuah jalan setapak untuk mendaki.
Masuklah, dan kemudian telusuri jalan itu. Bila beruntung, kau akan bertemu dengan seseorang. Siapapun yang kau temui itu, dia tidak akan datang bertanya kepadamu, jadi, kau yang harus datang kepadanya. Katakan kepadanya “NikuShiba” kepadanya, dan dia akan mengerti. Kemudian dia akan membawamu menuju sebuah restoran yang menyajikan sajian kuliner budaya yang sudah di jaga turun temurun oleh mereka yang mengelolanya”
**
Musim panas, aku akhirnya memutuskan pergi ke Negara jepang seperti apa yang di katakan oleh kenalanku. Aku melakukan semua prosedur yang dia ceritakan.
Tanpa ku sadari, aku sudah berada di jalan setapak menuju Gunung Fuji, setidaknya aku sudah berjalan lebih dari 40 menit, namun aku belum menemukan tanda apapun disini. Tempat ini sangat sunyi, tidak ada yang bisa ku lihat selain, Pohon-pohon besar tua dengan sulur dimana-mana.
Aku mulai mempertanyakan apa yang kenalanku katakan. Apakah dia sedang mengerjaiku. Karena bila itu benar, maka ini adalah lelucon terburuk yang pernah di katakan oleh seseorang.
Aku meneguk air putih, saat. Suara dari gerobak terdengar olehku. Aku melihat seorang pria tua mendorong gerobak di tengah hutan. Melihat itu, aku menghampirinya.
Aku berusaha menyapanya, dan berbicara kepadanya. Namun pria itu sama sekali tidak mendengarkanku. Dia masih sibuk mendorong gerobaknya di tengah-tengah hutan.
Aku teringat dengan pesan temanku, kemudian ku ucapkan kepadanya. “NikuShiba”.
Pria itu berhenti untuk beberapa saat. Kemudian tersenyum dan membungkuk kepadaku, seperti kebanyakan orang jepang saat menyapa seseorang.
Pria itu kembali mendorong gerobaknya, dan aku mulai mengikutinya.
Setelah menempuh perjalanan yang panjang, aku terkejut melihat sebuah Paviliun tua, yang masih sangat terawat. Tempatnya besar, dan masih sangat terjaga dengan tradisi. Aku tidak menemukan listrik dimanapun, sepertinya. Kabar tentang orang jepang yang sangat menghormati tradisi nenek moyang mereka itu bukanlah hisapan jempol. Pria itu merentangkan tanganya, memintaku untuk mengikutinya.
Dia memintaku untuk duduk di bantal kecil, kemudian meninggalkanku. Aku masih memikirkan apakah ini adalah tempat yang kenalanku maksud sebelumnya.
Tidak beberapa lama kemudian, banyak wanita masuk dan menyajikan berbagai olahan masakan di atas mejaku. Aku sangat terkejut, mereka melayaniku dengan sangat baik, layaknya aku adalah tamu kehormatan yang penting.
Aku mencoba bertanya beberapa hal, namun tidak ada satupun dari mereka yang menjawab atau melihatku. Mungkin mereka tidak bisa menggunakan bahasa inggris, aku mencoba mengerti. Setelah para wanita itu pergi, pria yang ku temui berjalan masuk. Dia membungkuk, dan duduk di depanku. Kemudian mengatakan “NikuShiba”.
Mataku memandang olahan makanan di depanku, semuanya terlihat menggiurkan, aku bisa melihat sushi berbagai bentuk, kemudian daging, dan sake, banyak makanan yang ingin aku cicipi. Aku mulai melahap makanan di depanku, ketika aku menggigitnya, rasanya seolah lumer di mulutku. Seperti mencelos masuk dengan lembut melewati kerongkonganku, setiap gigitanya terasa kenyal namun sangat nikmat. Aromanya yang harum, kemudian rasanya yang sangat tidak masuk akal, membuatku geleng-geleng. Ini adalah makanan terlezat yang pernah ku rasakan sebelumnya.
Aku tidak bisa berhenti memuji setiap, makanan itu masuk ke dalam perutku.
Setelah jamuan itu selesai, aku bertanya pada pria di depanku.
“apakah anda mengerti dengan ucapanku?”
Dia hanya diam dan tersenyum menatapku. Aku pikir dia memang tidak mengerti. Namun, aku adalah seorang Anlis maknan, dunia harus tahu tempat ini. Setelah aku pulang, aku akan menulisnya dan membuat semua orang datang kesini.
Aku mencoba berinteraksi dengan pria tua itu kembali. Aku menunjuk makanan itu dan memintanya memberitahu resepnya, bagaimana sushi ini di olah, bagaimana daging ini di sajikan, bagaimana makanan ini di buat. Aku menjelaskanya secara detail menggunakan bahasa isyarat, dan sepertinya dia mengerti. Dia seolah memintaku beristirahat dan nanti, dia akan menunjukkanya.
Setelah aku puas beristirahat, pria itu mengajakku. Dia kembali mendorong gerobaknya di tengah sore—hari kian gelap. Dan aku mencoba bertanya kenapa tidak pergi, saat pagi hari saja. Namun dia hanya diam.
Dia membawa lampu pijar di atas gerobaknya. Mendorong menyusuri hutan yang gelap.
Saat kami berjalan cukup jauh, dia berbicara kepadaku “apakah anda tuan—berjanji akan tetap menjaga rahasia tradisi kami?”
Aku terlihat bingung,
“ini adalah tradisi kami, turun temurun sejak buyutnya buyutku menjalankanya. Restoran kami sudah berdiri lebih dari satu abad. Dan kami akan selalu menerima tamu dari manapun yang ingin merasakan makanan para Dewa.”
Aku cukup terkejut dia bisa berbicara dengan bahasa inggris. “jadi tuan” katanya “ kau akan berjanji menjaga rahasia tradisi kami ini?”
Aku mengangguk dan mengatakan untuk berjanji menjaga tradisinya.
Dia tersenyum, kemudian berhenti di bawah Pohon yang besar. Aku menatap ke sekeliling, namun tidak ada apapun disini.
“Daging olahan yang anda makan berasal dari sana?” pria tua itu menunjuk ke atas pohon.
Aku mematung, mengangah melihat apa yang ada di atas. “banyak mayat tergantung di atas kami, mungkin ada tujuh sampai sepuluh mayat”
“jadi—tadi, saya memakan-makanan dari daging--ini?” aku menelan ludah,
“Iya tuan. Itu adalah cara kami untuk menjaga tradisi disini. Orang-orang yang bunuh diri, mereka tidak akan di terima di sisi dewa, namun dengan memakan tubuh mereka. Kita telah membantunya untuk menuntun mereka saat kita nanti meninggal. Begitulah tradisi ini agar tetap terjaga. Apakah ada yang salah?” kata pria itu menatapku.
Aku terdiam untuk beberapa saat. Kemudian tersenyum kepadanya “Tentu saja, tidak!! Pantas saja. Daging yang aku makan tadi, rasanya aku pernah mencobanya saat ada di Afrika”

No comments:

Post a Comment